Minggu, 06 November 2016

TOPIK 8: KONSTRUKSI DAN STRUKTUR TIANG BANGUNAN DI LINGKUNGAN LAHAN BASAH

RUMAH BUBUNGAN TINGGI

Pada mulanya, rumah ini mempunyai konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan. Dalam perkembangannya, bentuk segiempat memanjang tersebut pada samping kiri dan kanannya mendapatkan tambahan bangunan. Tambahan bangunan tersebut kelihatan menempel (Pisang Sasikat) dan menganjung keluar. Selain penambahan bangunan pada bagian samping kanan dan kirinya, pada bagian belakang juga ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang (disumbi).

KONSTRUKSI & STRUKTUR TIANG
Tiang merupakan struktur vertikal yang menyalurkan beban dari bagian atap hingga ke pondasi. Tiang dalam arsitektur Bubungan Tinggi dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis; yaitu tiang utama, tiang tongkat, dan tiang dinding. Untuk bahan tiang, biasanya digunakan kayu Ulin yang panjangnya sekitar 12 meter dengan ukuran 20x20 cm. Adapun jumlah yang dibutuhkan untuk membangun Rumah Bubungan Tinggi sebanyak 60 batang. Sedangkan untuk tongkat, panjang kayu ulin yang dibutuhkan sekitar 5 meter dengan lukuran 20x20 cm. Jumlah tongkat yang dibutuhkan sekitar 120-150 batang. 



Tiang dalam bahasa Banjar disebut juga tihang, yaitu bagian yang menerus dari pondasi hingga ke balok keliling (ringbalk) di bagian atas dan menjadi stuktur utama yang menyalurkan beban secara vertikal. Tiang terbuat dari kayu ulin yang utuh tanpa sambungan dan berasal dari sebatang pohon yang cukup besar dan tanpa cacat. Tiang utama memiliki bentuk persegi panjang dengan dimensi bagian bawah sekitar 15 x 30 cm dan semakin mengecil ke atas. Tongkat adalah tiang yang menerus dari pondasi hingga balok lantai atau gelagar, umumnya untuk membagi beban di antara tiang utama. Panjang dan dimensinya lebih kecil sekitar 5 x 10 cm, namun jumlahnya lebih banyak dari tiang utama. Sedangkan tiang dinding atau biasa disebut tihang turus tawing merupakan tiang yang dimulai dari balok lantai hingga ke balok keliling di bagian atas. Tiang ini dibutuhkan untuk tempat menempelkan papan dinding.


Tiang Utama


Tiang Tongkat


Tiang dinding



Tiang dan tongkat yang bertumpu pada pondasi ini selanjutnya sampai pada bagian lantai. Pada bagian ini, tiang utama menjadi tempat bertumpu balok lantai dengan teknik memasukkan balok lantai ke dalam lubang yang terdapat pada tiang utama. Dengan demikian jumlah balok lantai ini sebanyak jumlah tiang utama yang menjadi tumpuannya. Kayu yang digunakan untuk balok lantai ini adalah kayu ulin dengan dimensi 5/10 cm atau 6/12 cm dengan bentangan antara 3,5 m s/d 6 m. Untuk menghindari balok lantai ini melentur karena bentang yang jauh dan beratnya beban, maka dipasanglah tiang tongkat di bawah balok lantai tersebut. Pemasangan tiang tongkat umumnya pada tiap jarak 1 m s/d 1,5 m dan dikakukan dengan memberi suai.

Minggu, 30 Oktober 2016

TOPIK 7: ANALISIS DAN PENJELASAN LOGIKA KONSTRUKSI DAN ATAU STRUKTUR PONDASI BANGUNAN VERNAKULAR LAHAN BASAH


Pengertian Logika.
“Logika” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Sedangkan ditinjau dari makna esensialnya, maka logika adalah 'cabang dari filsafat ilmu pengetahuan dan logika juga merupakan bagian yang sangat mendasar dalam kerangka berfikir filsafat'.
Menurut W. Poespoprodjo, Ek. T. Gilarso. (2006: 13) Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat.

Pengertian Struktur dan Konstruksi
Konstruksi adalah susunan dan hubungan bahan bangunan sedemikian rupa sehingga penyusunan tersebut menjadi satu kesatuan yang dapat menahan beban dan menjadi kuat.
Struktur  adalah susunan atau pengaturan bagian-bagian gedung yang menerima beban atau konstruksi utama dari gedung tanpa memperhatikan apakah konstruksi tersebut terlihat atau tidak/tersembunyi. (Buku Ajar mata kuliah Struktur Konstruksi Bangunan 2)

Pengertian Pondasi
Pondasi adalah bagian dari bangunan yang berfungsi mendukung seluruh berat bangunan dan meneruskannya ke tanah. Kekuatan dan kekokohan suatu konstruksi bangunan gedung sangat tergantung dari konstruksi pondasi. (Buku Ajar mata kuliah Struktur Konstruksi Bangunan 2)

Demikian logika struktur pondasi ialah kemampuan menalar bagaimana cara agar konstruksi pondasi dapat mendukung bangunan berdiri kokoh dan stabil yang mana hal ini dikaitkan dengan lingkungan lahan basah khususnya di Teluk Selong, Martapura.

Lahan Basah
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan) seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti  buaya, kura-kura,  biawak, ular, aneka jenis kodok, dan berbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis  burung dan mamalia, termasuk pula harimau dan gajah.
Secara umum yang dimaksud lahan basah adalah daerah-daerah rawa, lahan gambut, dan perairan sementara dengan air yang tergenang atau mengalir , tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut,
Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung, seperti sumber air minum dan habitat beraneka ragam mahluk hidup, tapi juga memiliki berbagai fungsi ekologis seperti pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global.









Hunian di Tepian Sungai


Wujud peran sungai sudah terbentuk sejak lama melalui pertumbuhan hunian di sepanjang tepian sungai di Teluk Selong, berupa rumah panggung, rumah Bubungan Tinggi, jamban sehingga keberadaan dan tipologi hunian ditepian sungai di Teluk Selong menjadi citranya. Kondisi lingkungan tepian sungai mempengaruhi bentuk bangunan, struktur konstruksi dan penggunaan bahan bangunan pada desain hunian tepian sungai Teluk Selong di Martapura. Secara ekologi, hunian di tepian sungai di Teluk Selong mampu beradaptasi dan bertahan hingga saat ini terhadap kondisi alam seperti luapan/pasang surut air sungai.
Aplikasi sistem struktur bangunan tiang yang menggunakan bahan bangunan lokal seperti kayu ulin dan kayu galam, serta jamban yang menggunakan bambu sebagai pondasi apung telah menunjukkan adaptasi alami sejauh ini sehingga penggunaan bahan bangunan lokal dengan sistem struktur tersebut tetap selaras digunakan dalam penataan lingkungan binaan khususnya di tepian sungai baik untuk  situasi masa kini dan rekomendasi untuk masa mendatang sebagai bentuk perwujudan fisik yang kontekstual dengan pendekatan desain yang ekologis.
Lingkungan binaan pada umumnya tumbuh melalui proses adaptasi dan menghasilkan pola serta wujud fisik yang spesifik di lingkungan tepi sungai. Kebanyakan area terbangun mengambil bentuk arsitektur vernakular yang menunjukkan tiga tanggapan (respon) mendasar, yaitu
1.    respon terhadap tempat atau lingkungan setempat,
2.    respon terhadap masyarakat, dan
3.    respon terhadap sungai sebagai jalur pergerakan.
Penggunaan konstruksi kayu sangat umum bagi permukiman tradisional. Kayu termasuk dalam klasifikasi bahan bangunan ringan dan tersedia secara melimpah di sekitar permukiman. Penggunaan kayu yang ringan dan tersedia melimpah di daerah tersebut dapat memudahkan masyarakat lokal beradaptasi dengan lingkungannya. Jenis kayu tertentu yang terdapat di Kalimantan Selatan memiliki ketahanan yang sangat baik jika terendam dalam air.


Kayu Galam
  
Kayu Ulin

Kendala tapak berupa daya dukung tanah yang rendah dan dipengaruhi oleh air dapat diantisipasi dengan baik oleh masyarakat setempat. Permukiman lama mereka memiliki struktur bangunan dan bahan bangunan yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pondasi bagi permukiman di daerah lahan basah, tepian sungai dan rawa dikenal sebagai pondasi terapung atau raft foundation. Pondasi terapung telah dikenal dengan baik oleh masyarakat yang tinggal di lahan basah daerah perkotaan dan perdesaan termasuk di
Banjarmasin. Rumah panggung yang ada di Teluk Selong menggunakan  kayu ulin sebagai tiang penyangga. Kayu ini sangat tahan terhadap genangan air, beceknya tanah rawa dan rayap sehingga bisa bertahan puluhan bahkan ratusan tahun.
Pondasi di lahan basah pada zaman sekarang banyak menggunakan variasi material dari Kayu Ulin dan Kayu Galam. Kayu Galam digunakan sebagai pancangnya (cerucuk), dan kayu ulin digunakan untuk telapak dan tiang. Penggunaan kedua jenis kayu ini dikarenakan kayu-kayu jenis ini semakin lama bersentuhan dengan air semakin kuat.

Proses konstruksi pondasi pada Rumah Bubungan Tinggi
1.    Proses konstruksi pondasi diawali dengan menempatkan balok kayu pada posisi. Balok kayu diletakkan pada kedalaman tertentu.

2.    Di atas balok kayu didirikan tiang yang diperkuat dengan balok penumpu (sunduk dan kalang).

3.    Setelah tiang untuk ruang hunian berdiri dengan stabil, proses konstruksi kelompok ruang selanjutnya dilaksanakan dengan metode yang sama.

4.    Setelah tiang dan balok untuk ruang tamu berdiri stabil, proses konstruksi kelompok ruang dapur dilaksanakan dengan metode yang sama.

5.    Proses konstruksi dilanjutkan untuk bagian anjung dengan metode yang sama.

6.    Pasangan pondasi dilanjutkan untuk bagian pelataran dalam.

7.    Pasangan pondasi dilanjutkan untuk bagian pelataran luar.

8.    Pemasangan pondasi tongkat di bagian ruang tamu.

9.    Pemasangan pondasi tongkat di bagian ruang dapur.

10. Pemasangan pondasi tongkat di bagian ruang anjung.
Kesimpulan

Penggunaan struktur konstruksi panggung dengan menggunakan bahan bangunan lokal dapat menciptakan keseimbangan ekologi ditepian sungai karena adanya hubungan timbal balik antara manusia, alam, dan hunian/arsitektur. Perubahan wujud fisik hunian/permukiman dari bahan bangunan alam ke material beton akan berdampak pada perubahan visual arsitektur tepian sungai Teluk Selong di Martapura. Di sisi lain, pemerintah harus berbuat untuk menghadirkan kebijakan yang lebih memperhatikan keasrian hunian/permukiman tepian sungai dengan lebih menjaga identitas dengan mengutamakan penggunaan bahan bangunan lokal nan alami. Aplikasi sistem struktur bangunan pilar/tiang yang menggunakan bahan bangunan lokal seperti kayu ulin  pada pondasi rumah panggung dan permukiman disekitarnya yang menggunakan kayu galam, dan jamban menggunakan bambu sebagai pondasi apung telah menunjukkan adaptasi alami sejauh ini sehingga penggunaan bahan bangunan lokal dengan sistem struktur tersebut tetap selaras digunakan dalam penataan lingkungan binaan khususnya ditepian sungai baik untuk  situasi masa kini dan masa mendatang sebagai bentuk perwujudan fisik yang kontekstual dengan pendekatan desain yang ekologis.

TOPIK 5: DATA INVENTARIS DAERAH


1.    KONDISI FISIK, GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI


Kabupaten Tabalong dengan ibukotanya Tanjung terletak paling utara dari provinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas:
utara dan timur            : provinsi Kalimantan Timur
selatan                         : kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Balangan
Barat                           : provinsi Kalimantan Tengah.
Dengan posisi geografis berada pada 1150 9’ – 1150 47’ Bujur Timur dan 10 18’ – 20 25’ Lintang Selatan sedangkan Grid Provinsi Kalimantan Selatan dari proyeksi UTM terletak pada Grid CE-25 sampai BD-39 dengan koordinast x=295.000M dan y=9.735.000M pada zona 5°LS. Luas wilayah kabupaten Tabalong adalah 3.946 kmatau sebesar 10,61 persen dari luas provinsi Kalimantan Selatan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Tabalong

Nama DAS
Luas (Ha)
Debit (M3/det)
Sub DAS Tabalong
73.581
381
Sub-sub DAS Tabalong Kiwa
26.110
133
Sub-sub DAS Tabalong Kanan
38.261
120
Sub-sub DAS Kumap
40.470
35

Sumber : Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan 2003

Kondisi dan keadaan tanah:
Kawasan dataran rendah kebanyakan berupa lahan gambut hingga rawa-rawa sehingga kaya akan sumber keanekaragaman hayati satwa air tawar. Kawasan dataran tinggi sebagian masih merupakan hutan tropis alami dan dilindungi oleh pemerintah. Selain kawasan pertanian Tambalong saat ini menjadi kawasan pertambangan
Topografi:
Bentuk morfologi wilayah dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu daratan alluvial, dataran, bukit dan pegunungan. Jika dilihat dari persentasenya ternyata wilayah ini didominasi oleh dataran sebesar 41,34 persen dan pegunungan sebesar 29,79 persen.
Hidrologi:
Wilayah kabupaten Tabalong banyak dialiri oleh sungai antara lain sungai Tabalong, sungai Anyar, sungai Jaing, sungai Kinarum, sungai Ayo, sungai Mangkupum, sungai Tamunti, sungai Walangkir, sungai Gendawang, sungai Awang, sungai Masingai, sungai Lumbang, sungai Juran, sungai Hunangin, sungai Umbu, sungai Karawili dan lain-lain.
Iklim:
Kabupaten Tabalong merupakan wilayah yang beriklim tropis. Kelembaban udara maksimum di Tabalong pada tahun 2010 berkisar antara 98 - 100 persen dan kelembaban udara minimum antara 80 - 95 persen, sementara kelembaban udara rata-rata setiap bulan adalah 92 – 97,5 persen.
Temperatur udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Temperatur udara maksimum di Kabupaten Tabalong pada tahun 2010 berkisar antara 250C sampai 310C, temperatur udara minimum berkisar antara 190C sampai 23,50C dan rata-rata temperatur udara setiap bulan berkisar antara 220C sampai 270C.
Arah angin:
Antara curah hujan dan keadaan angin biasanya ada hubungan erat satu sama lain. Walaupun demikian di beberapa tempat, hubungan tersebut agaknya tidak selalu ada. Keadaan angin pada musim hujan biasanya lebih kencang dan angin bertiup dari barat dan barat laut. Oleh karena itu musim tersebut dikenal juga dengan musim barat. Pada musim kemarau angin bertiup dari benua Australia dan keadaan angin saat itu bisa juga kencang.
Kecepatan angin di kabupaten Tabalong tiap bulannya berkisar antara 0,0 – 7,8 knot. Dan rata-rata penyinaran matahari yang dipantau pada pukul 06.00 – 18.00 terlihat intensitas yang beragam tiap bulannya. Penyinaran matahari dengan intensitas tertinggi terjadi pada bulan Desember  yaitu 67 persen dan intensitas terendah terjadi pada bulan Januari yaitu 33 persen.

2.   BIOLOGIKAL



 






                       




Biawak masih banyak berkeliaran di belakang rumah penduduk di Desa Inan,  Kabupaten Balangan





 











Kalulut bisa ditemukan di Desa Inan, Kecamatan Paringin yang menghasilkan madu kalulut untuk kesehatan tubuh sebagaimana madu lebah, juga sebagai teman makan kue, atau makanan pisang rebus dan ubi rebus.



Kabupaten Balangan di Tanjung dikenal sebagai salah satu sentra buah-buahan lokal Kalimantan Selatan
 
                                                                 Buah Pampakin                 Buah Kasturi
 
                                                                        Buah Ramania            Buah Kapul


ISU DAERAH
Kawasan rawan banjir yang terdapat di Murung Kelurahan Tanjung Kecamatan Tanjung, di Simpang 3 Pangkalan Kelurahan Hikun, Timbuk Baru Kelurahan Agung, Desa Wayau, Desa Juai, Desa Pangi  Kecamatan Tanjung; di Gambah Kelurahan Belimbing Raya, Pamasiran Kelurahan Belimbing Kecamatan Murung Pudak; Desa Tanta Kecamatan Tanta; Desa Mahe, Batu Pulut Hulu, Batu Pulut Hilir,  Murung Layung di Desa Nawin Kecamatan Haruai; Desa Muara Uya, Kupang Nunding, Ribang, Simpung Layung Kecamatan Muara Uya; Desa Upau Kecamatan Upau; Desa Madang, Padangin Kecamatan Muara Harus; dan kawasan rawan bencana kebakaran hutan dan lahan terdiri atas : kawasan kebakaran pada kawasan hutan, lahan kritis, padang alang-alang, kawasan perkebunan dan, kawasan pertanian lahan kering yang terjadi setiap musim kemarau di Kecamatan Jaro, Muara Uya, Haruai, Upau, Bintang Ara, Murung Pudak, Tanjung, Tanta, Kelua, Muara Harus, Banua Lawas dan Pugaan.



















ANALISIS & INVENTARISASI TAPAK
TAKISUNG
1.    FISIK
a.    Bentuk tapak


·         Kondisidan keadaan tanah: porositas, daya dukung, daya pikul, keasaman
Tanah di desa Takisung memiliki daya pikul yang cukup kuat karena dominan tanahnya tidak lunak walaupun termasuk tanah payau. Banyak rawa serta tanah berpasir karena berada di pesisir pantai. Keasaman tanah mencapai 6,0.
·         Topografi: elevasi, kemiringan/slope
Kemiringan tanah tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 5 derajar dari titik elevasi.
·         Hidrologi: permukaan air tanah, besar dan arah aliran air hujan.
pH air mencapai 9,0, berupa air payau
·         Geologi: bentuk bentang, bahaya seismik, kedalaman tanah keras
·         Iklim: cahaya matahari, arah angin
Arah angin berasal dari laut. Suhu udara cukup tinggi saat cerah karena sinar matahari yang terik.


2.    BIOLOGIKAL

a.     Identifikasi vegetasi: keragaman pohon da ntumbuhan lain
Vegetasi yang sering dijumpai di desa ini adalah pohon kelapa dan Bakau. Vegetasi lainnya berupa teratai, enceng gondong dan kangkung air.

b.    Identifikasi keragaman habitat di dalam site dan lingkungan sekitar site
Seperti habitat pesisir pantai pada umunya di desa ini di dominasi oleh habitat hewan laut, seperti ikan-ikan kecil, kerang dan siput. Habitat pohon bakau juga menjadi salah satu habitat terbesar di pesisir pantai Takisung





3.    BUDAYA
a.     Identifikasi peruntukan tanah (land use)
Land use dikawasan Takisung pada pesisir pantainay digunakan sebagai Objek wisata. Sedangkan pada seberang darat pesisir di gunakan sebagai kawasan perumahan warga.

b.    Identifikasi regulasi local berkaitan dengan:
·         Ketinggian bangunan
Ketinggian rata-rata bangunan didominasi banguanan Lantai satu yang berkisar 4 Meter.
·         Kepadatan dan tipe bangunan
Tipe bangunan rumah panggung
·         peruntukan/ ijin bangunan
c.     Identifikasi utilitas didalam dan sekitar site : sanitasi, drainase, air bersih, listrik
Sumber air bersih didesa ini berasal dari air sumur dengan jenis air payau.






ANALISIS & INVENTARISASI TAPAK
KOTABARU
ASPEK KONDISI ALAMIAH
1.    Geografis, Luas Dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Kotabaru merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yang terdiri dari daratan, banyak pulau-pulau kecil dan laut yang cukup luas. Secara geografis Kabupaten Kotabaru terletak antara 2018' – 4056’ Lintang Selatan dan 115029'–117027' Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Kotabaru, adalah sebagai berikut:
1.      sebelah Utara               :      Provinsi Kalimantan Timur;
2.      sebelah Selatan            :      Laut Jawa, Kabupaten Tanah Bumbu;
3.      sebelah Timur               :      Selat Makasar; dan
4.      sebelah Barat               :      Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Bumbu.
Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten pertama dalam provinsi Kalimantan dahulu. Dan pada masa Hindia Belanda merupakan Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan ibukota Kota Baru.
Kabupaten Kotabaru yang memiliki wilayah seluas 9.422,46 km2 merupakan kabupaten terluas di provinsi Kalimantan Selatan dengan luas lebih dari seperempat (25,11%) dari luas wilayah provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten ini terbagi menjadi 20 kecamatan dengan 197 desa dan 4 kelurahan.


2.    Topografi
Keadaan topografi wilayah Kabupaten Kotabaru cukup beragam. Wilayah di sebelah barat terdapat pegunungan Meratus yang memanjang sampai ke wilayah Kalimantan Timur. Wilayah antara pegunungan dan daerah pantai merupakan daerah landai sampai bergelombang. Daerah pesisir kebanyakan tertutup hutan bakau dan hutan rawa.  Daerah pengunungan Meratus dan Pulau Laut Tengah merupakan kawasan yang bergelombang hingga terjal. Secara umum konfigurasi medan wilayah Kabupaten Kotabaru miring ke arah timur.
Berdasarkan kelas ketinggian tempat, wilayah Kabupaten Kotabaru mempunyai ketinggian dari 0 mdpl sampai > 1000 mdpl. Daerah dengan ketinggian 0 – 7 m dpl merupakan daerah peralihan antara daerah pantai dengan daratan, luasnya mencapai 30.756,44 Ha atau sekitar 3.21 % luas kabupaten. Daerah dengan ketinggian 7 – 500 mdpl merupakan daerah yang dapat dibudidayakan secara optimal, luasnya mencapai 835.542,54 Ha atau sekitar 87.28 % luas kabupaten. Dan daerah dengan ketinggian di atas 500 mdpl pada umumnya merupakan daerah yang bergelombang dan berbukit, luasnya mencapai 90.990,03 ha atau sekitar 9,51 % luas Kabupaten dan luas kemiringan lahan Kabupaten kotabaru

3.    Hidrologi
Sistem hidrologi di Kabupaten Kotabaru tergambarkan pada DAS (Daerah Aliran Sungai). Daerah Aliran Sungai  (DAS) adalah bentang alam (lahan) yang dibatasi oleh punggung bukit sehingga merupakan sebuah cekungan yang menampung curah hujan yang terkumpul dan mengalir melalui saluran-saluran menuju sungai (saluran besar) serta keluar melalui titik outlet menuju laut.
Di pandang dari segi ekologi DAS adalah sebuah ekosistem yang di dalamnya terdapat  tanah, air, iklim, tumbuhan, hewan dan manusia dengan segala aktifitasnya saling berinteraksi membentuk suatu fungsi atau peranan.

Kondisi Air Permukaan
Wilayah Kabupaten Kotabaru terbagi dalam 6 SWP DAS (Daerah Aliran Sungai) yakni Cantung, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Pulau Laut dan Pulau Sabuku

4.    Klimatologi
Seperti umumnya daerah-daerah lain yang berada di Kalimantan Selatan Kotabaru termasuk daerah yang beriklim tropis.
Terdapat curah hujan yang signifikan sepanjang tahun di Kotabaru Hulu. Bahkan bulan terkering masih memiliki banyak curah hujan. Iklim ini dianggap menjadi Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger. Suhu rata-rata tahunan di Kotabaru Hulu adalah 26.8 °C. Dalam setahun, curah hujan rata-rata adalah 2665 mm. 












GRAFIK IKLIM

Curah hujan paling sedikitl terlihat pada Oktober. Rata-rata dalam bulan ini adalah 148 mm. Hampir semua presipitasi jatuh pada Maret, dengan rata-rata 307 mm.

GRAFIK SUHU
Suhu adalah tertinggi rata-rata pada Oktober, di sekitar 27.4 °C. Di Juli, suhu rata-rata adalah 26.1 °C. Ini adalah suhu rata-rata terendah sepanjang tahun.


TABEL IKLIM
Variasi dalam presipitasi antara bulan terkering dan bulan terbasah adalah 159 mm. Suhu rata-rata bervariasi sepanjang tahun menurut 1.3 °C.

ISU DAERAH
a.     Kotabaru berpotensi sebagai tempat wisata yang menyajikan pemandangan pantai dan laut alami
b.    Perlunya inovasi kegiatan pertanian pada daerah kecamatan yang sedaratan dengan tanah kalimantan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mengkombinasikan penerapan teknologi, manajemen pasca panen dan manajemen pemasaran serta mengembangkan diversifikasi produk akhir. 
c.     Meningkatan produktivitas kebun, dengan menanam tanaman yang seimbang bagi kontur tanah menjadi hal penting  karena  meningkatnya lahan tandus di kabupaten kotabaru (sedaratan dengan tanah Kalimantan)
d.    Potensi perkebunan di Kabupaten Kotabaru (sedataran dengan tanah Kalimantan) hendaknya diselaraskan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
e.     Tersedianya Ruang Terbuka Hijau (RTH)  sebagai bagian dalam upaya mempertahankan kawasan lestari sumberdaya alam.
f.     Pelarangan perizinan pengerukan tanah demi pertambangan tanpa penimbunan dan penghijauan kembali.
g.    Deforestasi sumberdaya hutan  yang disebabkan oleh penebangan liar, pengerukan tanah oleh pertambangan, alih fungsi dan kebakaran hutan di Kabupaten Kotabaru tidak diimbangi dengan upaya reboisasi dan rehabilitasi yang memadai.  






















SAMARINDA
1.    Letak Geografis

Kota Samarinda merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kota Samarinda secara astronomis terletak pada posisi antara 116°15'36"-117°24'16" Bujur Timur dan 0°21'18" - 1°09'16" Lintang Selatan, dengan ketinggian 10.200 cm diatas permukaan laut dan suhu udara kota antara 22 - 32° C dengan curah hujan mencapai 2.345 mm pertahun dengan kelembaban udara rata-rata 81,4 %.

2.    Administrasi
Adanya Sungai Mahakam yang membelah di tengah kota menjadikan kota ini bagai gerbang menuju pedalaman Kalimantan Timur. Luas Wilayah Kota Samarinda adalah 71.800 Ha yang terbagi menjadi 6 ( enam )Kecamatan yaitu : Kecamatan Samarinda Ulu, Kecamatan Samarinda Ilir, Kecamatan Samarinda Seberang Kecamatan Palaran, dan Kecamatan Sungai Kunjang.
Batas Adminsitrasi Kota Samarinda
·         Sebelah Utara: Kec. Muara Badak Kabupaten Kukar
  • Sebelah Timur: Kecamatan Anggana dan Sanga-Sanga (Kab Kukar)
  • Sebelah Selatan: Kec Loa Janan .Kab Kutai Kartenegara
  • Sebelah Barat: Kec. Muara Badak Tenggarong Seberang (Kab Kukar)

Berdasarkan topografinya , maka wilayah Kota Samarinda berada di ketinggian antara 0 - 200 dpl, dan hampir 24,17 % berada di ketinggian 0 - 7 dpl, umumnya terletak di dekat Sungai Mahakam sekitar 41,10 % berada dalam ketinggian 7 - 25 dpl, dan 32,48 % berada di ketinggian 25 - 100 dpl.

Topografi Kota Samarinda

No.
Kemiringan (%)
Luas (Km2)
Persentase (%)
1
0 - 2
219,61
30,61
2
3 - 14
198,58
27,68
3
15 -40
194,06
27,05
4
> 40
105,17
14,68

4.    Fisiografi
Fisiografi menunjukkan bentuk permukaan bumi dipandang dari faktor dan proses pembentukannya. Proses pembentukan permukaan bumi dipandang sebagai penciri suatu satuan fisiografi.
Pembagian bentuk permukaan bumi berdasarkan tipe fisiografinya dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan memudahkan dalam perencanaan penggunaan tanah sehubungan dengan perencanaan pengembangan daerah.
Ditinjau dari fisiografinya, wilayah Kota Samarinda dapat dikelompokkan dalam 7 (tujuh) deskripsi masing-masing satuan fisiografi tersebut adalah sebagai berikut :
·         Daerah Patahan (derah dumana terjadi patahan ) yaknio patahan menurun dan kasar, dengan permukaan yg besar dengan kemiringan tanah sangat bervariasi
  • Daerah rawa pasang surut (tidal swamp) yaitu daerah dataran rendah ditepi pantai yang selalu dipengaruhi pasang surut air laut dan ditumbuhi hutan mangrove dan nipah, bentuk wilayah datar dengan variasi lereng kurang dari 2% dan perbedaan tinggi kurang dari 2 meter.
  • Daerah dataran alluvial (alluvial plain) yaitu daerah dataran yang terbentuk dengan proses pengendapan, baik didaerah muara maupun daerah pedalaman.
  • Daerah berombak/bergelombang yakni daerah dengan konfigurasi medan berat ditandai dengan penyebaran daerah perbukitan 8,15%
  • Daerah dataran (plain) yaitu daerah endapan, dataran karst, dataran vulkanik, dataran batuan beku (metamorf) masam, dataran basalt dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, variasi lereng 2 sampai 15,94 % dengan beda ketinggian kurang dari 50 meter.
  • Daerah berbukit (hill) yaitu daerah bukit endapan dan ultra basa, sistem punggung sedimen, metamorf dan kerucut vulkanik yang terpotong dengan pola drainase radial. Bentuk wilayah bergelombang sampai agak bergunung, variasi lereng 16 sampai 60 %, dan beda ketinggian antara 50 sampai 150 meter.
  • Daerah Sungai (River). Daerah ini berfungsi sebagai daerah reterdam, daerah pengendali atau waterponds.
Luas Satuan Fisiografi di Wilayah Kota Samarinda

No
Satuan Fisiologi
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Lembah Aluvial
6.479
9,02
2
Daerah Daratan
10.524
15,94
3
Daratan Berombak
5.379
8,15
4
Daratan Bergelombang
9.636
14,59
5
Daerah Patahan
1.527
2,31
6
Daerah Berbukit
29.526
44,73
7
Lain-lain
8.729
4,47

Jumlah
71.800
100

5.    Geologi

Struktur geologi di wilayah Kota Samarinda diketahui berdasarkan hasil survey dan atau pemetaan geologi yang dimuat dalam buku "Geology of Indonesia, Volume IA". Oleh R.W. Van Bemmelen, 1949, pada umumnya berumur Praktertier hingga Kwarter.

Beberapa formasi geologi yang terdapat diwilayah Kota Samarinda diantaranya adalah
·         Kampung Baru Beds
  • Balikpapan Beds
  • Pulau Balang Beds
  • Pemaluan Beds
Beberapa Wilayah geologi telah mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya patahan. Formasi ini terdiri dari Grewake, batu pasir kwarsa, batu gamping, batu lempeng dan tufa dasitik dengan sisipan batu bara.

Luas masing-masing Formasi Geologi di Wilayah Kota Samarinda.

No
Formasi
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Kampung Baru Beds
11.314
11,34
2
Balikpapan Beds
33.953
53,29
3
Pulau Balang Beds
16.977
26,65
4
Pemaluan Beds
9.556
8,72

Jumlah
71.800
100
6.     Hidrologi 
Berdasarkan kondisi hidrologinya Kota Samarinda dipengaruhi oleh sekitar 20 daerah aliran sungai ( DAS) . Sungai Mahakam adalah sungai utama yang menmbelah Kota Samarinda dengan lebar antara 300-500 meter, sungai-sungai lainnya adalah anak2 sungai yang bermuara di sunagai Mahakam yang meliputi:
·         Sungai Karang Mumus dengan luas DAS sekitar 218,60Km
  • Sungai Palaran dengan luas DAS 67,68 Km
  • Anak sungai lainnya antara lin , Sungai Loa Bakung, Lao Bahu, Bayur, Betepung, Muang, Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil Bhakti, Loa Hui, Rapak Dalam, Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga, dan Sungai Bantuas.
Sesuai dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah inipun tergolong ke dalam tanah yang bereaksi masam.
 Jenis-jenis tanah yang terdapat di Kota Samarinda, menurut Soil Taxanomy USDA tergolong kedalam jenis tanah: Ultisol, Entisol, Histosol, Inceptiols dan Mollisol atau bila menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: Podsolik, Alluvial, Organosol.

Ciri dan sifat tanah-tanah Podsolik (Ultisol) biasanya ditandai dengan:
·         Pencucian yang intensif terhadap basa-basa, sehingga tanah bereaksi masam dan dengan kejenuhan basa yang rendah.
  • Karena suhu yang cukup tinggi dan pencucian yang berlangsung terus menerus mengakibatkan pelapukan terhadap mineral liat sekunder dan oksida-oksidanya.
  • Terjadi pencucian liat di lapisan atas (eluviasi) dan penimbunan liat di lapisan bawahnya (illuviasi).
  • Tanah Podsolik (Ultisol) merupakan jenis tanah yang arealnya terluas di Kota Samarinda dan masih tersedia untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian. Persediaan air di daerah ini umumnya cukup tersedia dari curah hujan yang tinggi. Penggunaan tanah dari jenis tanah ini sebagai daerah pertanian, biasanya memungkinkan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama selama unsur-unsur hara dipermukaan belum habis melalui proses biocycle.

Pada dasarnya jenis-jenis tanah di Kota Samarinda (menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan Padanannya menurut Soil Taxanomy) terdiri dari:
·         Podsolik (Ultisol)
  • Alluvial (Entisol)
  • Gleisol (Entisol)
  • Organosol (Histosol)
  • Lithosol (Entisol)

Luas masing-masing Jenis Tanah di Wilayah Kota Samarinda.

No
Jenis Tanah
Luas (Ha)
Persentase (%)
1
Alluvial
3.453
4,81
2
Alluvial/Gambut
16.294
24,68
3
Podsolik/Litosol
8.266
12,52
4
Podsolik
30.010
45,45
5
Lain-Lain
13.777
12,12

Jumlah
71.800
100

Dari tabel diatas ternyata bahwa jenis tanah Podsolik mempunyai luasan yang tertinggi di wilayah Kota Samarinda dengan 30.010Ha atau 45,45%, sedangkan jenis tanah Alluvial tidak bergambut mencapai luas 3.453Ha atau 4,81% dari luas Kota Samarinda.
Pola penggunaan tanah di Kota Samarinda mengikuti pola penyebaran penduduk yang ada. Akumulasi penduduk sebagai besar terdapat pada lokasi-lokasi yang dikembangkan oleh Pemerintah seperti: Pusat Perdagangan, Pusat Industri dan lokasi Transmigrasi dimana daerah-daerah tersebut sudah mempunyai transportasi yang memadai.

Penggunaan Tanah di Kota Samarinda yang paling luas adalah Perkarangan/Bangunan dan halaman sekitarnya sebesar 28.666Ha atau 39,92% dari luas Kota Samarinda, diikuti Lahan kering sementara tidak diusahan sebesar 12.909% atau 17,98%. Sedangkan paling sempit wilayahnya dibanding presentasi luas adalah rawa-rawa/kolam seluas 362Ha atau 0,50%

Untuk mengetahui penggunaan lahan lebih jelasnya pada tabel berikut:

Penggunaan Tanah Kota Samarinda

No
Penggunaan Tanah
Luas Wilayah (Ha)
Persentase (%)
1
Perkarangan Bangunan dan Halaman
26.666
39,92
2
Tegal/Kebun/Ladang
8.877
12,36
3
Sawah
1.043
14,53
4
Rawa/Kolam
362
0,50
5
Lahan Kering
12.909
17,98
6
Hutan Rakyat
2.683
3,74
7
Hutan Berat
0
0
8
Perkebunan Rakyat
4.486
6,25
9
Lain-Lain
3.387
4,72

Jumlah
71.800
100